Selamat Datang di Aplikasi KORMA

Waspada Stunting Pada Anak, Yuk Kenali Gejalanya Stunting Anak Sejak Dini!

Data Stunting Puskesmas se-Kabupaten Padang Pariaman, Sumber Data EPPGBM Kemenkes RI

Data Stunting ini dapat dilihat dari hasil penimbangan setiap bulan yang dilakukan oleh bdan bersama kader.
Dari data ini dilakukan intervensi untuk penurunan Stunting di Kabupaten Padang Pariaman

Defenisi Stunting

Mengitip dari Buletin Stunting yang di keluarkan oleh Kementrian RI, Stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya.

Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya dan memiliki penyebab utama kekurangan nutrisi. Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia 2 tahun dan harus ditangani dengan segera dan tepat.
Melansir Buletin Stunting milik Kemenkes RI, stunting dipengaruhi oleh pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, serta ketahanan pangan.

Selengkapnya...

Faktor Penyebab Stunting Pada Anak

Di bawah ini dua poin utama yang menjadi faktor penyebab stunting pada anak :

  • Kurang asupan gizi selama hamil.
  • Kebutuhan gizi anak tidak tercukup.

Selain itu yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu :

  • Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan.
  • Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
  • Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
  • Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.

Ciri-ciri Stunting

Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:

  • Pertumbuhan melambat
  • Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
  • Pertumbuhan gigi terlambat
  • Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
  • Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
  • Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
  • Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
  • Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi

Dampak Stunting Pada Anak

Salah satu penanganan pertama yang bisa dilakukan untuk anak dengan tinggi badan di bawah normal yang didiagnosis stunting, yaitu dengan memberikannya pola asuh yang tepat. Dalam hal ini meliputi inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan, serta pemberian ASI bersama dengan MP-ASI sampai anak berusia 2 tahun.

World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menganjurkan agar bayi usia 6-23 bulan untuk mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang optimal. Untuk bayi yang diberi ASI
Umur 6 – 8 bulan: 2 kali per hari atau lebih
Umur 9 – 23 bulan: 3 kali per hari atau lebih

Cara Pencegahan Stunting

Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016

Beberapa cara mencegah stunting untuk ibu hamil dan bersalin yaitu:
  • Pemantauan kesehatan secara optimal beserta penanganannya, pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.
  • Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) secara rutin dan berkala.
  • Melakukan proses persalinan di fasilitas kesehatan terdekat, seperti dokter, bidan, maupun puskesmas.
  • Memberikan makanan tinggi kalori, protein, serta mikronutrien untuk bayi (TKPM).
  • Melakukan deteksi penyakit menular dan tidak menular sejak dini.
  • Memberantas kemungkinan anak terserang cacingan.
  • Melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh.

Anak sekolah juga perlu diberi pembekalan sebagai upaya pencegahan stunting, seperti:
  • Memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan harian anak.
  • Mengajarkan anak pengetahuan terkait gizi dan kesehatan.

Meski stunting pada remaja tidak bisa diobati, tapi masih bisa dilakukan perawatan, di antaranya:
  • Membiasakan anak untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba.
  • Mengajarkan anak mengenai kesehatan reproduksi.

Berikut cara mencegah kondisi ini pada usia dewasa muda:
  • Memahami seputar keluarga berencana (KB).
  • Melakukan deteksi dini terkait penyakit menular dan tidak menular.
  • Senantiasa menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan tidak memakai narkoba.